STATUS KEWARGANEGARAAN
Dalam zaman keterbukaan seperti sekarang ini, kita sering menyaksikan
banyak sekali penduduk dalam suatu negara yang berpergian keluar negeri, baik
karena direncanakan dengan sengaja ataupun tidak, bahkan mereka dapat saja melahirkan
anak-anak di luar negeri. Bahkan dapat pula terjadi, karena alasan pelayanan
medis yang lebih baik, ada pula orang yang sengaja melahirkan anak di rumah
sakit di luar negeri supaya dapat lebih menjamin kesehatan dalam proses
persalinan.
Tetapi dalam hal, negara tempat asal seseorang dengan negara tempat ia
melahirkan atau dilahirkan menganut sistem kewarganegaraan yang sama, tentu
tidak akan menimbulkan persoalan. Akan tetapi akan timbul beberapa pertanyaan,
diantaranya adalah: bagaimana apabila kedua negara yang bersangkutan memiliki
sistem yang berbeda? Kewarganegaraan manakah yang akan menjadi miliknya? Akan
kah seseorang itu menjadi warga negara tempat dia dilahirkan? Atau tetap
menjadi warga negara sebagaimana kewarganegaraan yang dimiliki orang tuanya?
Atau pun ada kemungkinan lain, yaitu memiliki kewarganegaraan ganda, atau
bahkan tidak memiliki kewarganegaraan sama sekali (stateless).
Hal demikianlah yang sering menjadi permasalahan dalam masalah
kewarganegaraan. Walaupun setiap negara itu memiliki peraturan hukum tersendiri
dalam menentukan kewarganegaraan rakyat nya. Dengan adanya ketentuan-ketentuan
yang tegas mengenai kewarganegaraan, maka akan dapat mencegah adanya penduduk
yang a-patride dan yang bi-patride. Ketentuan-ketentuan itu sangant lah penting
untuk membedakan hak dan kewwajiban bagi warga negara dan bukan warga negara
Dari bebrapa kasus diatas saya berpendapat bahwa pengaturan
status kewarganegaraan itu ditentukan atas dasar kelahiran atau melalui
proses naturalisasi atau pewarganegaraan. Dengan cara pertama, status
kewarganegaraan seseorang ditentukan karena kelahirannya. Siapa saja yang lahir
dalam wilayah hukum suatu negara, terutama yang menganut prinsip ‘ius soli’
sebagaimana dikemukakan di atas, maka yang bersangkutan secara langsung
mendapatkan status kewarganegaraan, kecuali apabila yang bersangkutan ternyata
menolak atau mengajukan permohonan sebaliknya.